A. Pengertian
Manusia
Secara
bahasa manusia berasal dari kata“manu” (Sansekerta), “mens” (Latin),
yang berarti berpikir, berakal budi atau
makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain).
Secara
istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan
atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam
hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living
organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan
secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik
lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial),
maupun kesejarahan. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan
kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu
berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa
setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of
discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan
sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.
Oleh karena
itu lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap manusia itu sendiri, hal ini
dapat dilihat pada gambar siklus hubungan manusia dengan lingkungan sebagai
berikut:
a.
Siklus
Hubungan Manusia
b.
Siklus
Hubungan Manusia
B.
Arti Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah
kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah
diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua
ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut
mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang
harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka
masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran
terhadap proporsi tersebut berarti ketidakadilan.
Keadilan oleh Plato di proyeksikan
pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri,
dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
Socrates memproyeksikan keadilan pada
pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga Negara sudah
merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Mengapa diproyeksikan pada pemerintah? Sebab pemerintah adalah pimpinan pokok
yang menentukan dinamika masyarakat.
Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan
terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai
raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada
nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut kamus umum bahasa indonesia
susunan W.J.S Poerwadarminta, kata adil berarti tidak berat sebelah atau
memihak manapun tidak sewenang-wenang.
Menurut pendapat secara umum keadilan adalah
pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita
mengakui hak hidup kita, maka sebaliknya kita wajib mempertahankan hak hidup
dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Hal ini disebabkan karena
orang lain pun mempunyai hak hidup seperti kita. Jika kita pun mengakui hak
hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mempertahankan hak hidup mereka sendiri. Jadi, keadilan pada pokoknya terletak
pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak, dan menjalankan
kewajiban.
1. Macam-Macam
Keadilan
a. Keadilan
legal atau keadilan moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan
hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga
kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan
pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok menurutnya.
b. Keadilan
Distributif
Aristoteles berpandapat bahwa akan
terlaksana apabila hal-hal yang sama diperlukan secara sama dan hal-hal yang
tidak sama secara secara tidak sama. Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan
Budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan sesuai dengan
masa kerjanya.
c. Keadilan
Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara
ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Menurut Aristoteles, pengertian
keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua
tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan dan akan merusak
atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
d. Menghakimi
Sendiri
Keadilan dan ketidakadilan selalui
dilakukan atas kesukarelaan. Kesukarelaan tersebut meliputi sikap dan
perbuatan. Pada saat orang melakukan tindakan secara tidak sukarela, maka
tindakan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tidak adil ataupun adil,
kecuali dalam beberapa cara khusus. Melakukan tindakan yang dapat dikategorikan
adil harus ada ruang untuk memilih sebagai tempat pertimbangan. Sehingga dalam
hubungan antara manusia ada beberapa aspek untuk menilai tindakan tersebut,
yaitu niat, tindakan, alat, dan hasil akhirnya.
Melakukan tindakan yang tidak adil
adalah tidak sama dengan melakukan sesuatu dengan cara yang tidak adil. Tidak
mungkin diperlakukan secara tidak adil apabila orang lain tidak melakukan
sesuatu secara tidak adil. Mungkin seseorang rela menderita karena
ketidakadilan, tetapi tidak ada seorangpun yang berharap diperlakukan secara
tidak adil.
Dengan demikian memiliki makna yang
cukup luas, sebagian merupakan keadilan yang telah ditentukan oleh alam,
sebagian merupakan hasil ketetapan manusia (keadilan hukum). Keadilan alam
berlaku universal, sedangkan keadilan yang ditetapkan manusia tisak sama di
setiap tempat. Keadilan yang ditetapkan oleh manusia inilah yang disebut dengan
nilai.
Akibat adanya ketidaksamaan ini maka
ada perbedaan kelas antara keadilan universal dan keadilan hukum yang
memungkinkan pembenaran keadilan hukum. Bisa jadi semua hukum adalah universal,
tetapi dalam waktu tertentu tidak mungkin untuk membuat suatu pernyataan
universal yang harus benar. Sangat penting untuk berbicara secara universal,
tetapi tidak mungkin melakukan sesuatu selalu benar karena hukum dalam
kasus-kasus tertentu tidak terhindarkan dari kekeliruan. Saat suatu hukum
memuat hal yang universal, namun kemudian suatu kasus muncul dan tidak
tercantum dalam hukum tersebut. Karena itulah persamaan dan keadilan alam
memperbaiki kesalahan tersebut.
Hukum acara perdata adalah peraturan
hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin di taatinya hokum perdata
materil dengan perantaraan hakim. Dengan kata lain hukum acara perdata adalah
peraturan hukum yang menentukan bagaiman caranya menjamin pelaksanaan hukum
perdata materil. Lebih kongkrit lagi dapat dikatakan, bahwa hukum acara perdata
mengatur tentang bagaiman caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta
memutuskan dan pelaksanaan dari putusannya. Tuntutan hak dalam hal ini tidak
lain adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan
oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting” atau tindakan menghakimi
sendiri. Pendapat mengenai tindakan menghakimi sendiri ini ada tiga, yaitu :
1. Menurut Van Boneval Faure :
Tindakan menghakimi sendiri itu sama
sekali tidak di benarkan. Alasanya ialah, bahwa oleh karena hukum acara telah
menyediakan upaya-upaya untuk memperoleh perlindungan hukum bagi para pihak
melalui pengadilan, maka tindakan-tindakan diluar upaya-upaya tersebut yang
dapat di anggap sebagai tindakan menghakimi sendiri tidak diperbolehkan.
2. Menurut
Cleveringan :
Tindakan menghakimi sendiri pada
dasarnya di bolehkan atau di benarkan, dengan pengertian bahwa yang melakukanya
dianggap melakukan perbuatan melawan hukum.
3. Menurut
Rutten :
Tindakan menghakimi sendiri pada
dasarnya tidak dibenarkan, akan tetapi apabila peraturan yang ada tidak cukup
memberi perlindungan, maka tindakan menghakimi sendiri itu secara tidak
tertulis di benarkan.
Contoh tindakan ketidakadilan adalah :
1. Ketika
kesalahan berlawanan dengan harapan rasional adalah sebuah kesalahan sasaran
(misadventure) dan ketika hal itu tidak bertentangan dengan harapan rasional,
tetapi tidak menyebabkan tindak kejahatan, itu adalah sebuah kesalahan.
2. Ketika
tindakan dengan pengetahuan tetapi tanpa pertimbangan adalah tindakan
ketidakadilan dan seseorang yang bertindak atas dasar pilihan dia adalah orang
yang tidak adil dan orang yang jahat.
Kejujuran
Jujur atau kejujuran berarti apa yang
dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, jujur berarti juga seseorang
yang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama dan hukum,
untuk itu dutuntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang
dikatakan harus sama dengan perbuatannya.
Jujur berarti pula menepati janji atau
menepati kesanggupan, baik yang telah terlahir dalam kata-kata maupun apa yang
masih di dalam hati (niat). Jadi seseorang yang tidak menepati niatnya berarti
mendustai dirinya sendiri. Apabila niat itu terlahir dari kata-kata, padahal
tidak di tepati maka kebohonganya disaksikan oran lain.
Kejujuran tidak selalu membawa
kebaikan bagi yang berpikir, berkata, dan berbuat jujur. Itulah
kenyataannya. Contoh tidak jujur, yaitu :
1. Saat
siswa-siswa sekolah mengerjakan ulangan. Belum tentu siswa yang berbuat jujur
dengan mengerjakan sendiri nilainya bagus. Bisa saja siswa yang menyontek malah
mendapat nilai bagus.
2. Saat
berdagang. Pedagang yang jujur belum tentu mendapat untung yang banyak. Bisa
saja pedagang yang tidak jujur malah mendapat untung lebih banyak.
Inilah kejujuran.
Berpikir tidak jujur tidak akan membuat sial.
Berkata tidak jujur tidak akan membuat dosa.
Berbuat tidak jujur tidak akan membuat sedih.
Kejujuran adalah kesadaran. Jika
seseorang sadar maka tentu saja orang tersebut akan berbuat jujur. Kejujuran
berasal dari hati nurani dan tidak bisa dipaksakan. Jujur memberikan keberanian
dan ketentraman hati, serta mensucikan, selain itu juga membuat budi pekertinya menjadi baik.
Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat menikammu, serta jangan pula
mendusta, walaupun dustamu menguntungkan.
Jadi mari kita latih hati nurani kita
untuk berbuat jujur.
Kecurangan
Kecurangan identik dengan ketidak jujuran
atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar,.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati
nuraninya, atau orang itu memang dari hatinya sudah berbuat curang dengan
maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha.
Beberapa faktor yang menimbulkan
kecurangan, antara lain :
a. Faktor
ekonomi
Setiap orang berhak hidup layak dan
membahagiakan dirinya. Terkadang untuk mewujudkan hal tersebut kita sebagai
makhluk lemah, tempat salah dan dosa. Sangat rentan sekali dengan hal-hal
pintas dalam merealisasikan apa yang kita inginkan dan pikirkan.
b. Faktor
peradaban dan kebudayaan
Peradaban dan kebudayaan sangat
mempengaruhi mentalitas individu yang terdapat didalamnya “sistem kebudayaan”
meski terkadang hal ini tidak selalu mutlak. Keadilan dan kecurangan merupakan
sikap mental yang menumbuhkan keberanian dan sportifitas. Pergeseran moral saat
ini memicu terjadinya pergeseran nurani hampir pada setiap individu. Sehingga
sulit sekali untuk menentukan dan bahkan menegakkan keadilan.
c. Teknis
Hal ini juga menentukan arah
kebijakan, bahkan keadilan itu sendiri, terkadang untuk bersikap adil kita pun
mengedapankan aspek perasaan dan kekeluargaan, sehingga sangat sulit sekali
untuk dilakukan, atau bahkan mempertahankan diri kita sendiri juga harus
melukai perasaan orang lain.
Nama
Baik dan Pembalasan
a.
Nama Baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang
hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan
hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang
atau tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai
harganya. Penjagaan nama baik erat hubunganya dengan keadaan tingkah laku atau
perbuatan atau boleh dikatakan bahwa baik atau tidak baik adalah tingkah
laku perbuatanya. Yang dimaksud tingkah
laku dan perbuatan itu antara lain:
1.
cara berbahasa
2.
cara bergaul
3.
sopan santun
4.
ramah tamah
5.
disiplin pribadi
6.
cara menghadapi orang
7.
perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya.
Pada hakikatnya pemulihan nama baik
adalah kesadaran manusia akan segala kesalahanya, bahwa apa yang diperbuatnya
tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak yang baik.
Untuk memulihkan nama baik, manusia harus tobat atau meminta maaf. Tobat dan
minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan,
ramah, berbuat norma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesama
hidup yang perlu ditolong dengan kasih sayang, tanpa pamrih takwa kepada Tuhan
dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu di pupuk.
b. Pembalasan
Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan
orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang
seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan
disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat pembalasan
yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan
yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk moral dan
makhluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk
mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkungannyalah yang
menyebabkanya. Perbuatan amoral pada hakikatnya perbuatan yang melanggar atau
memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki
hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan
hak dan kewajibanya itu. Mempertahakan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
C.
Hubungan Keadilan dan Kebudayaan
Ilmu soial budaya adalah pengetahuan
yang diharapkan dapat memberitahukan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang
konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah nilai-nilai manusia
sebagai makhluk berbudaya serta dapat mengembangkan wawasan pemikiran dan
kepekaan dalam mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.
2.8 Contoh
Karya Seni Tentang Keadilan
Persahabatan karena kebaikan adalah
persahabatan di mana anggota-anggotanya menikmati watak yang lainnya. Sejauh
sahabat-sahabat ini mempertahankan watak yang sama, hubungan ini akan bertahan
karena motif di baliknya adalah kepedulian terhadap sang sahabat. Ini adalah
tingkat hubungan yang tertinggi, dan dalam konteks sekarang hal ini dapat
disebut sebagai persahabatan sejati.